HHV dan LHV
Nilai Panas ( Nilai Pembakaran) atau HV ( Heating
Value) adalah jumlah panas yang
dikeluarkan oleh 1kg bahan bakar bila bahan bakar tersebut dibakar. Pada gas
hasil pembakaran terdapat H2O dalam bentuk uap atau cairan. Dengan
demikian nilai pembakaran bila H2O yang terbentuk berupa uap akan
lebih kecil bila dibandingkan dengan H2O yang terbentuk sebagai
cairan. Berarti ada 2 macam Nilai Pembakaran yaitu Nilai Pembakaran Atas (NPA)
atau HHV dan Nilai Pembakaran Bawah (NPB) atau LHV.
1. NPA atau HHV
adalah :
Yaitu Nilai Pembakaran bila didalam gas hasil
pembakaran terdapat H2O berebentuk cairan
2. NPB atau LHV
adalah:
Yaitu Nilai Pembakaran bila didalam gas hasil
pembakaran terdapat H2O berbentuk gas.
Prinsip pembakaran bahan bakar sejatinya
adalah reaksi kimia bahan bakar dengan oksigen (O). Kebanyakan bahan bakar
mengandung unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Belerang (S). Akan tetapi yang memiliki kontribusi yang
penting terhadap energi yang dilepaskan adalah C dan H. Masing-masing bahan bakar mempunyai kandungan
unsur C dan H yang berbeda-beda.
Proses
pembakaran terdiri dari dua jenis yaitu pembakaran lengkap (complete
combustion) dan pembakaran tidak lengkap (incomplete combustion). Pembakaran
sempurna terjadi apabila seluruh unsur C yang bereaksi dengan oksigen hanya
akan menghasilkan CO2, seluruh unsur H menghasilkan H2O
dan seluruh S menghasilkan SO2. Sedangkan pembakaran tak sempurna
terjadi apabila seluruh unsur C yang dikandung dalam bahan bakar bereaksi
dengan oksigen dan gas yang dihasilkan tidak seluruhnya CO2.
Keberadaan CO pada hasil pembakaran menunjukkan bahwa pembakaran berlangsung
secara tidak lengkap.
Jumlah
energi yang dilepaskan pada proses pembakaran dinyatakan sebagai entalpi
pembakaran yang merupakan beda entalpi antara produk dan reaktan dari proses
pembakaran sempurna. Entalpi pembakaran
ini dapat dinyatakan sebagai Higher Heating Value (HHV) atau Lower Heating
Value (LHV). HHV diperoleh ketika
seluruh air hasil pembakaran dalam wujud cair sedangkan LHV diperoleh ketika
seluruh air hasil pembakaran dalam bentuk uap.
Pada
umumnya pembakaran tidak menggunakan oksigen murni melainkan memanfaatkan
oksigen yang ada di udara. Jumlah udara
minimum yang diperlukan untuk menghasilkan pembakaran lengkap disebut sebagai jumlah
udara teoritis (atau stoikiometrik).
Akan tetapi pada kenyataannya untuk pembakaran lengkap udara yang
dibutuhkan melebihi jumlah udara teoritis.
Kelebihan udara dari jumlah udara teoritis disebut sebagai excess air
yang umumnya dinyatakan dalam persen. Parameter yang sering digunakan untuk
mengkuantifikasi jumlah udara dan bahan bakar pada proses pembakaran tertentu
adalah rasio udara-bahan bakar. Apabila
pembakaran lengkap terjadi ketika jumlah udara sama dengan jumlah udara
teoritis maka pembakaran disebut sebagai pembakaran sempurna.
Nilai kalori merupakan nilai panas yang dihasilkan
dari pembakaran sempurna suatu zat pada suhu tertentu.
Reaksi pembakaran sempurna hydrocarbon seperti ini:
CxHy + (x + y/4) O2 —–>
x CO2 + y/2 H2O
Sesuai definisinya, panas pembakaran dihitung
seolah-olah reaktan dan hasil reaksi memiliki suhu yang sama. Biasanya kondisi
standar yang dipakai untuk perhitungan nilai
kalori adalah 25 °C dan 1 atm. Seperti kita tahu pada 25 °C dan 1 atm H2O
memiliki fase liquid, maka perhitungan HHVmenganggap H2O
hasil pembakaran diembunkan menjadi fase liquid, sehingga selain panas didapat
dari pembakaran, diperoleh pula energi dari panas pengembunan H2O.
Kalau perhitungan LHV itu menganggap bahwa H2O tetap pada fase gas
pada 25 °C. Jadi selisih antara HHV dan LHV adalah panas pengembunan H2O
pada suhu dan tekanan standar.
HHV dan LHV adalah notasi theoretical,
hanya dipakai untuk indikasi dan tidak menunjukkan kondisi yang sebenarnya
dalam praktek. Alasannya bahan bakar dan gas hasil pembakaran tidak pernah
berada pada temperatur yang sama sesuai asumsi yang dipakai untuk perhitungan
HHV dan LHV. Dalam praktek, energi yang bisa kita peroleh dari pembakaran bahan
bakar akan selalu lebih kecil dari HHV atau LHV, karena ada energi dalam bentuk
panas yang dibawa pergi oleh gas hasil pembakaran. Itulah sebabnya efisiensi
semua mesin konversi energi (steam power plant, internal combustion engine,
gas turbine) tidak pernah bisa 100 %.
Jadi HHV dan LHV sama sekali tidak ada hubungannya
dengan fase dari bahan bakarnya, baik bahan bakar padat maupun cair, sama-sama
punya HHV dan LHV. Kalau soal gampang atau susahnya membakar, juga tidak ada
hubungannya dengan HHV & LVH. Karena, pembakaran itu proses eksotermis,
jadi tidak mengambil panas (energi) dari lingkungan justru memberikan panas ke
lingkungan. Sebenarnya yang bisa dibakar itu adalah fase gas, kalau ada bahan
bakar cair, maka harus terbentuk cukup uap di atas permukaannya supaya bisa
memulai pembakaran. Kalau kita mulai dari temperatur ambient, untuk bahan bakar
cair tertentu, misalnya diesel oil, mesti diberikan suhu yang cukup supaya tekanan
uapnya cukup tinggi untuk membentuk fase uap yang bisa dibakar (dari sinilah
muncul istilah flash point). Tapi begitu sudah dibakar, panas dari pembakaran
akan selalu menyediakan energi yang cukup untuk menghasilkan fase uap yang siap
untuk dibakar.
-
Rumus Dulong & Petit untuk menghitung Nilai Panas
HHV = 33950 C + 144200 ( H2-O2/8) + 9400 S kJ/Kg
(Prinsip Prinsip Konversi Energi)
C =
persentase unsure Carbon.
H2 =
persentase unsure Hidrogen.
S =
persentase unsure Sulfur.
O2 =
persentase unsure Oksigen.
LHV = HHV – 2400 ( M+9H2) kJ/Kg. (Prinsip Prinsip
Konversi Energi)
M = Moinsture (kebasahan)
Jumlah kebutuhan udara untuk proses pembakaran juga
dapat dihitung dengan persamaan pembakaran.
Komposisi udara = 21 % O2 dan 79 % N2 dll
dalam Volume atau dalam komposisi berat ; 23,2 % O2 dan 76,8 % N2
dll.
Untuk mengitung kebutuhan udara teorits dapat
digunakan rumus:
WA teoritis = (2,66C+7,94H-O2)/0,232
nila setitik rusak sebelanga.
BalasHapuskalo ngutip, kasihin refrensinya.
aku tahu kita semua beradab, tapi jangan budayakan plagiat.