Makalah Tentang Semen Portland
BAB
II
ISI
A.
Pengertian Semen & Semen
Portland
Semen berasal dari bahasa latin cementum
yang berarti bahan perekat. Hak paten diberikan kepada Yoseph Aspidin (1824)
atas penemuannya berupa semen. Dalam pengertian umum semen diartikan sebagai
bahan perekat yang mempunyai sifat mampu mengikat bahan-bahan padat menjadi
satu kesatuan yang kompak dan kuat. Perekat ini ditemukan pada batu kapur yang
serbuknya telah digunakan sebagai bahan adonan (mortar) dalam pembuatan
bangunan lebih dari 2000 tahun lalu di negara Italia.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan
dengan cara membakar batu kapur dan tanah liat. Yoseph
Aspidin yang merupakan orang Inggris, pada tahun 1824
mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat yang
telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga
terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbon dioksida(CO2). Batu
kapur tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membemtuk klinker
kemudian digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan Portland.
Semen portland adalah suatu bahan konstruksi yang paling banyak dipakai
serta merupakan jenis semen hidrolik yang terpenting. Penggunaannya antara lain
meliputi beton, adukan, plesteran,bahan penambal, adukan encer (grout) dan
sebagainya.Semen portland dipergunakan dalam semua jenis beton struktural
seperti tembok, lantai, jembatan, terowongan dan sebagainya, yang diperkuat
dengan tulangan atau tanpa tulangan. Selanjutnya semen portland itu digunakan
dalam segala macam adukan seperti fundasi,telapak, dam,tembok penahan,
perkerasan jalan dan sebagainya.Apa bila semen portland dicampur dengan pasir
atau kapur, dihasilkan adukan yang dipakai untuk pasangan bata atau batu,atau
sebagai bahan plesteran untuk permukaan tembok sebelah luar maupun sebelah
dalam.
Bilamana semen portland dicampurkan dengan agregat kasar (batu pecah atau
kerikil) dan agregat halus (pasir) kemudian dibubuhi air,maka terdapatlah
beton. Semen portland didefinisikan sesuai dengan ASTM C150, sebagai semen
hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium
silikat hidrolik, yang pada umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium
sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama dengan bahan utamanya.
B. Sejarah
Semen Portland
Sebelum semen yang kita
kenal ditemukan, adukan perekat pada bangunan di buat dari kapur padam, pozolan
dan agregat (campuran ini sering disebut semen alam). Dan kini bangunan yang
menggunakan bahan perekat ini masih banyak ditemukan di Italia. Campuran
perekat tersebut tidaklah terlalu kuat, tapi tergantung pula pada sifat pozolan
yang di gunakan sebagai bahan perekat. Pozolan adalah bahan yang terbentuk oleh
debu dari letusan gunung berapi.
Kapur hidrolis pertama kali ditemukan oleh seorang sarjana sipil yang bernama Jon Smeaton pada tahun 1756. Pada saat itu ia bertugas untuk merehabilitasi menara api yang terletak di Eddystone. Ia mencoba menggabungkan kapur padam dan tanah liat. Kemudian campuran itu ia bakar. Setelah mengeras, bongkahan campuran tersebut di tumbuk hingga menjadi tepung. Yang mana tepung tesebut dapat digunakan kembali dan dapat mengeras di dalam air. Mulai dari percobaan inilah sifat-sifat kapur hidrolis mulai di kenal. Namun perkembangan bahan yang ia temukan masihlah lambat dibandingkan campuran kapur padam biasa.
Kapur hidrolis pertama kali ditemukan oleh seorang sarjana sipil yang bernama Jon Smeaton pada tahun 1756. Pada saat itu ia bertugas untuk merehabilitasi menara api yang terletak di Eddystone. Ia mencoba menggabungkan kapur padam dan tanah liat. Kemudian campuran itu ia bakar. Setelah mengeras, bongkahan campuran tersebut di tumbuk hingga menjadi tepung. Yang mana tepung tesebut dapat digunakan kembali dan dapat mengeras di dalam air. Mulai dari percobaan inilah sifat-sifat kapur hidrolis mulai di kenal. Namun perkembangan bahan yang ia temukan masihlah lambat dibandingkan campuran kapur padam biasa.
Pada tahun 1796 penemuan
ini kembali dikembangkan oleh James
Parker dari Norhfleed, Inggris. Ia mengembangkan campuran yang
telah ditemukan oleh Jon, perbedaan dari campuran yang di temukan Jon, batu
kapur yang digunakan James sebagai capuran adalah batu kapur yang
mengandung lempung. Seadngkan teknik yang di gunakannya sama dengan yang
di lakukan Jon. Pada tahun 1800 produk yang dikembangkan James berkembang pesat,
sehingga produknya di beri nama semen roman. Namun perkembangan tersebut hanya
bertahan hingga tahun 1850.
Di Inggris tukang
batu yang bernama Joseph Aspdin dari kota Leeds,
mencampurkan kapur padam dengan tanah liat, kemudian ia bentuk jadi gumpalan.
Lalu di bakar dengan suhu kalsinasi (suhu dimana kapur dapat meleleh) dan
setelah itu di tumbuk hingga menjadi tepung. Ketika bahan campuran tersebut
mengeras, warna dari bahan berubah menjadi abu-abu. Warna tersebut menyerupai
bebatuan di wilayah Portland, maka Joseph memberi nama hasil temuannya sebagai Semen
Portland.
Tanggal 21 october 1824,
semen Portland Joseph mendapat hak paten dari raja Inggris. Walau pun demikian
ia tetap merahasiakan bahan campuran yang ia temukan, dan ia
tidak memproduksinya secara masal. Setelah ia wafat, pengembangan dan
pemasaran secara masal semen ini di teruskan oleh anaknya yang bernama William
Joseph di Jerman. Tahun 1877 jerman melakukan penelitian lebih lanjut
terhadap semen Portland, hingga membentuk asosiasi pengusaha dan ahli semen. 30
tahun kemudian asosiasi tersebut menyebar hingga ke Inggris dan di Inggris
Standard dari semen dibuat.
Sedangkan di Indonesia, Pabrik semen
pertama berdiri tahun 1910 dengan nama Sumatra Portland Work di Indarung
dan sekarang bernama PT Semen
Padang. Pada tahun 1957 berdiri pabrik semen kedua di Gresik, Jawa
Timur. Dengan semakin pesatnya pembangunan
di Indonesia, maka kebutuhan semen meningkat. Hal inilah yang mendorong
berdirinya pabrik-pabrik semen yang baru, sehingga dapat mengisi kebutuhan
semen dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada semen impor. Hingga saat ini, semen masih
menjadi salah satu komoditi yang menguntungkan dan perkembangan industrinya
cukup pesat.
C. Sifat
– Sifat Semen Portland
Kualitas
semen portland ditentukan oleh sifat kimia senyawa utama dan sifat fisika suatu
massa yang dihasilkan.
a. Sifat Kimia
1. Loss On Ignition (LOI)
LOI menyatakan bagian dari zat yang
akan terbebaskan sebagai gas pada saat terpanaskan atau dibakar (temperatur
tinggi). Pada bahan baku umpan kiln ini berarti semakin tinggi LOI-nya maka
makin sedikit umpan kiln yang menjadi produk clinker. Karena itu LOI bahan baku maksimal dipersyaratkan untuk
mengurangi inefisiensi proses karena adanya mineral-mineral yang dapat
diuraikan pada saat pembakaran. Komponen utama LOI adalah uap air yang berasal
dari kandungan air (moisture) dalam
bahan baku (raw mix) dan gas CO2
yang akan dihasilkan dari proses kalsinasi CaCO3.
2. Insoluble Residue (IR)
Yaitu impuiritis/zat pengotor yang
tetap tinggal setelah semen tersebut direaksikan dengan asam klorida dan natrium karbonat. Insoluble residue dibatasi untuk
mencegah tercampurnya semen portland dengan bahan-bahan alami lainnya yang
tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika.
3. Modulus-modulus
semen
Modulus-modulus semen digunakan
sebagai dasar untuk menentukan jenis semen yang akan diproduksi dan digunakan
untuk menghitung perbandingan bahan baku yang digunakan.
Ø
Hydraulic
Modulus
Umumnya nilai HM antara 1,7-2,3; makin tinggi nilai HM
akan menyebabkan keperluan panas untuk pembakaran makin banyak, kuat awal
tinggi dan panas hidrasi naik. Jika HM < 1,7 maka mutu semen rendah karena
kekuatan semen yang dimiliki kurang baik.
Ø
Silica Ratio
Merupakan indikator tingkat kesulitan pembakaran raw material yang menunjukkan
perbandingan antara jumlah SiO2 terhadap jumlah Fe2O3
dan Al2O3. Silika ratio yang tinngi akan menurunkan
liquid fase serta meningkatkan burnability, sebaliknya SR kecil akan mengakibatkan
pembakaran clinker mudah dan
pembentukan coating dalam kiln. Umumnya SR berkisar 1,9-3,2 tetapi disarankan
antara 2,3-3,7.
Ø
Alumina
Ratio
Harga AR biasanya 1,3-1,6; nilai yang tinggi akan
mengakibatkan berkurangnya komposisi fase cair dalam clinker sehingga menyulitkan proses pembakaran. AR = 0,64 maka
kedua oksida berada pada perbandingan BM-nya sehingga hanya C4AF
yang dapat terbentuk dalam clinker
tanpa C3A. Clinker ini
dinamakan Ferrari Cement yang mempunyai panas hidrasi rendah.
Ø
Lime Saturation Factor
Merupakan jumlah maksimum CaO yang diperlukan untuk
bereaksi dengan oksida-oksida lain sehingga tidak terjadi freelime di clinker. Untuk
mencapai kejenuhan CaO yang sempurna maka seluruh CaO harus dikombinasikan
sebagai C3S, seluruh oksida besi harus berkombinasi dengan jumlah
yang ekivalen dengan alumina dalam C4AF dan sisa alumina harus
berkombinasi dalam C3A.
Bila AM < 0.64
Bila AR >
0.64
Ø
Liquid Phase
Fase lelehan berkisar 20-30 % dan untuk semen portland 24-26%. Jumlah lelehan yang
terbentuk tergantung dari komposisi dan temperatur pembakaran. Pada AR 1,63
lelehan mulai terbentuk pada suhu 12800C. Pembentukan clinker berlangsung ketika telah
mencapai temperatur sintering dan dalam fasa cair.
b. Sifat Fisika
1. Fineness (Kehalusan)
Kehalusan semen biasanya diukur
dengan menggunakan luas permukaan spesifik yang ditentukan dengan berbagai
macam cara. Cara yang umm dilakukan berdasarkan permeabilitas udara yang
dikembangkan oleh blaine. Kehalusan
semen mempengaruhi kecepatan hidrasi, makin halus semen maka kecepatan hidarasi
semakin meningkat dan mempercepat perkembangan kekuatan. Pengaruh kehalusan
semen terutama terhadap kuat tekan 7 hari pertama. Reaksi antara semen dan air
adalah reaksi heterogen.
Faktor lain yang berpengaruh
terhadap ukuran partikel semen adalah distribusi ukuran grinding media,
penggunaan grinding air, kadar gypsum,
komposisi dan struktur terak. Kehalusan partikel semen yang banyak berperan
terhadap kekuatan semen adalah ukuran sampai 30 micron sebesar 60%.
2. Soundness (Kekekalan Volume/Kekenyalan)
Soundness adalah
pengembangan atau pemuaian semen yang disebabkan oleh freelime atau
magnesium. Proses hidrasi terjadi apabila semen bereaksi terhadap air yang
mengakibatkan timbulnya pengerasan pasta semen.
3. Setting Time (Waktu Pengikatan)
Setting time ditentukan
bila pasta semen telah mengalami setting
(yang telah mengental) dan hardening
(yang telah mengeras) selama beberapa jam. Pada reaksi semen C3A
akan bereaksi paling cepat menghasilkan CAH berbentuk gel dan bersifat kaku.
Tetapi CAH akan bereaksi dengan gypsum membentuk ettringite yang akan membungkus permukaan CAH dan C3A
sehingga reaksi C3A akan dihalangi dan proses setting akan dicegah. Namun demikian lapisan ettringite tersebut karena adanya fenomena osmosis akan pecah dan
reaksi hidrasi C3A akan terjadi lagi, tetapi segera pula akan
terbentuk ettringite yang baru
kembali, Proses ini akan menghasilkan setting
time. Semakin banyak ettringite
yang teerbentuk maka setting time
akan makin panjang dan ini diperoleh dengan adanya gypsum.
Setting pasta semen
portland secara normal disebabkan
oleh pembentukan struktur yang dihasilkan oleh hidrasi mineral clinker terutama C3S dan C3A
kecepatan reaksi C3A sangat cepat dengan air. Dikenal 2 macam setting time:
1. Initial setting time (waktu pengikatan
awal) yaitu waktu mulai adonan terjadi sampai mulai terjadi kekakuan tertentu
dimana adonan sudah mulai tidak workable.
2. Final setting time (waktu pengikatan
akhir) yaitu waktu adonan mulai terjadi sampai terjadi kekakuan penuh. Setting time awal biasanya berkisar 2-5
jam dan setting time akhir 3-6 jam.
4. Compressive Strength (Kuat Tekan)
Mengontrol kemampuan menerima beban
tekan dari mortar yang akan dibuat. Faktor yang mempengaruhi kuat tekan semen
adalah :
1. Komposisi
kimia (kadar C3S, C2S, C3A, C4AF)
dimana kuat tekan sangat tergantung pada distribusi keempat mineral tersebut. C3S berperan
pada perkembangan kuat tekan terakhir, C4AF berperan dalam panas
hidrasi.
2. Reaktivitas
mineral clinker (kondisi pembakaran kiln).
3. Distribusi
alkali (kadar alkali dan SO3).
4. Panas
Hidrasi
Apabila ke
dalam semen ditambahkan air maka terjadilah reaksi antara komponen-komponen
semen dengan air yang dinamakan reaksi hidrasi yang akan menghasilkan
senyawa-senyawa hidrat yang terdiri dari kalsium silikat hidrat, calsium aluminat hidrat, calsium sulfuric aluminat hydrat yang
semuanya dalam bentuk gel. Kecepatan reaksi hidrasi harus diketahui karena
menentukan waktu pengikatan awal dan pengerasan semen. Pengikatan awal harus
cukup lambat agar adonan semen dapat dihitung. Panas
hidrasi yang tinggi akan mengakibatkan penguapan air selama pembentukan pasta
sehingga air tidak cukup membentuk pasta, akibatnya terjadi rongga-rongga
diantara agregat, yang menyebabkan beton kurang kuat dan retak-retak.
D. Klasifikasi
Semen Portland
Menurut SNI
15-2049-1994 dan ASTM C-150-1998, semen Portland diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu:
1. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen
Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus seperti
yang dipersyaratkan pada tipe-tipe lain. Tipe semen
ini paling banyak diproduksi dan banyak dipasaran
2. Tipe II (Moderate sulfat resistance)
Semen
Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap
sulfat atau panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas
hidrasi yang lebih rendah dibanding semen Portland Tipe I. Pada daerah–daerah
tertentu dimana suhu agak tinggi, maka untuk mengurangi penggunaan air selama
pengeringan agar tidak terjadiSrinkege (penyusutan) yang besar
perlu ditambahkan sifat moderat“Heat of hydration”. Semen Portland
tipe II ini disarankan untuk dipakai pada bangunan seperti bendungan, dermaga
dan landasan berat yang ditandai adanya kolom-kolom dan dimana proses hidrasi
rendah juga merupakan pertimbangan utama.
3. Tipe III (High Early Strength)
Semen
Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi
pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.Semen tipe III ini
dibuat dengan kehalusan yang tinggi blaine biasa mencapai 5000 cm2/gr
dengan nilai C3S nya juga tinggi. Beton yang dibuat dengan menggunakan semen
Portland tipe III ini dalam waktu 24 jam dapat mencapai kekuatan yang sama
dengan kekuatan yang dicapai semen Portland tipe I pada umur 3 hari, dan dalam
umur 7 hari semen Portland tipe III ini kekuatannya menyamai beton dengan
menggunakan semen portland tipe I pada
umur 28 hari.
4. Tipe IV (Low Heat Of Hydration)
Semen
Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi rendah. Penggunaan
semen ini banyak ditujukan untuk struktur Concrette (beton) yang massive dan
dengan volume yang besar, seprti bendungan, dam, lapangan udara. Dimana
kenaikan temperatur dari panas yang dihasilkan selama periode pengerasan
diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi pengembangan volume beton
yang bisa menimbulkan cracking (retak). Pengembangan kuat tekan (strength) dari
semen jenis ini juga sangat lambat jika dibanding semen portland tipe I.
5 Tipe V (Sulfat Resistance Cement)
Semen
Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi
terhadap sulfat. Semen jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan
beton pada daerah yang tanah dan airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi
seperti : air laut, daerah tambang, air payau dsb.
E. Penyediaan Bahan Baku & Proses Pembuatan Semen Portland Secara Umum
1) Penyediaan Bahan Baku
Untuk membuat semen Portland ada beberapa persenyawaan yang harus
terdapat dalam bahan dasar (The Four Main Elemen), yaitu :
- Oksida calcium (CaO)
- Oksida Silkon (SiO2)
- Oksida Alumunium (A12O3)
- Oksida Besi (Fe2O3)
Untuk memenuhi bahan tersebut, PTSP
menggunakan
·
Bahan Mentah utama :
- Batu Kapur
Batu Kapur ini sebagai sumber Calsium Oksida
yang persentasenya terdapat dalam batu kapur sebesar 50%. Sedangkan penggunaan
tanah liat sendiri di dalam bahan baku secara keseluruhan adalah sebanyak
80%.
- Batu Silika
Bahan ini digunakan sebagai sumber silisium Oksida dan
Alumunium Oksidan dan Oksida besi. Bahan ini mengandung 65% oksida silisium,
13% oksida alumunium dan 7% oksida besi. Kebutuhan bahan ini dalam bahan
pengolahan bahan dasar adalah + 10%
- Tanah Merah
Digunakan sebagai sumber Alumunium Oksida (29%) dan
Oksida besi (10%). Kebutuhan secara keseluruhan + 10%. Hal yang menyulitkan di
dalam pemakaian bahan ini adalah kandungan air (30%) dan batu (3%).
·
Bahan Mentah Tambahan
:
- Pasir Besi
untuk membuat semen Portland yang berwarna lebih gelap maka perlu
ditambahkan bahan mentah pasir besi yang didatangkan dari cilacap. Bahan ini
mengandung oksida besi sekitar 83% dan dipakai sebanyak + 2 %. Kegunaan
sebagai flux dalam pembakaran dan mempengaruhi warna semen.
- Gypsum
Merupakan
bahan mentah tambahan dalam industri semen yang kegunaannya untuk
meperbaiki sifat-sifat semen.
2) Proses Pembuatan Semen
Secara umum proses pembuatan semen dibedakan atas dua proses yaitu proses
basah (wet process) dan proses kering (dry process).
a. Proses Basah
Proses ini yaitu denga
penambahan air sewaktu penggilingan bahan mentah, sehingga hasil gilingan
mentah berupa lumpur yang disebut slurry dengan kadar air sekitar 30 – 36
%.
b. Proses Kering
Proses ini dengan
pengaringan bahan mentah sejalan dengan penggilingannya, sehingga hasil
gilingan bahan mentah berupa tepung/bubuk yang disebut raw mix (raw meal),
dengan kadar airnya < 1 %.
Tahapan Proses
Secara umum proses pembuatan semen dapat
dibagi menjadi 4 (empat) tahapan, yaitu:
1. Penyediaan bahan bahan baku
2. Pengolahan bahan bahan baku
3. Pembakaran raw mix/slurry menjadi
klinker
F. Penyediaan Bahan Baku &
Proses Pembuatan Semen
di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant
12
Semen Portland
didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan cara menggiling
terak/clinker yang mengandung senyawa
kalsium silikat yang ditambah dengan gypsum.
Disebut hidrolik karena senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen dapat
bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat perekat terhadap
batuan. Semen memiliki sifat sebagai berikut :
1. Dapat
mengeras apabila dicampur dengan air.
2. Tidak
larut dalam air.
3. Plastis
sementara apabila dicampur dengan air.
4. Dapat
melekatkan batuan apabila dicampur dengan air.
Proses
pembuatan semen di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12
terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu:
1. Penambangan
dan penyediaan bahan baku (mining).
2. Proses
produksi, yang meliputi :
Ø
Pengeringan dan penggilingan awal
bahan baku (raw mill)
Ø
Pembakaran dan pendinginan clinker (burning and cooling)
Ø
Penggilingan akhir (cement mill)
3. Pengepakan
(packing)
a)
Penambangan
Dan Penyediaan Bahan Baku (Mining).
Adapun tahapan penambangan batu kapur adalah sebagai
berikut :
1. Pembersihan (clearing)
2. Pelucutan (stripping)
3. Pengeboran (drilling)
4. Peledakan (blasting)
5. Pemuatan (loading)
6. Penghancuran (crushing)
7. Pengiriman (conveying)
Untuk material clay, laterite dan silica, pekerjaan penambangan dilakukan
dengan cara pengerukan biasa. Penambangan tanah liat dan pasir besi dilakukan beberapa tahapan
sebagai berikut:
1. Loosening (pengerukkan)
2. Loading
3. Pengecilan
ukuran
4. Pengiriman
Material yang dibawa ke storage dikumpulkan oleh tripper yang berkapasitas 2300 ton/jam
(kondisi kering). Tripper mengatur
material dengan berjalan bolak-balik membentuk tumpukan secara longitudinal
dimana material ditumpuk menjadi beberapa tumpukan yang terdiri dari banyak
alur paralel. Pada saat dituangkan dari alat pengangkut ke dalam storage terjadi penyeragaman awal
komposisi kimia dan ukuran butir. Selama pengambilan, pemotongan dilakukan
secara melintang terhadap alur penyimpanan sehingga terjadi proses
homogenisasi. Material ditimbang dengan menggunakan belt scale. Dari storage,
material dikumpulkan dan dibawa ke dozing
house dengan menggunakan reclaimer
(tipe bridge yang berkapasitas 700
ton/jam) dan belt conveyor.
Untuk pure limestone dibawa oleh belt
conveyor dan selanjutnya dikumpulkan oleh tripper yang berkapasitas 1800 ton/jam (pada kondisi kering) pada storage. Dari storage, material dibawa ke bin dengan menggunakan reclaimer tipe semibridge dengan kapasitas 200 ton/jam. Bahan baku yang lain
adalah laterite dan silica yang dibawa oleh belt conveyor serta tripper dengan kapasitas 500 ton/jam.
Di atas belt conveyor ditambahkan peralatan magnetic separator dan metal
detector yang berfungsi untuk menarik potongan-potongan logam yang terdapat
dalam material menggunakan magnet agar tidak ikut terbawa dan mempengaruhi
proses. Dalam pembuatan portland cement,
supaya semen tidak cepat mengeras perlu ditambahkan gypsum ke dalam clinker.
b) Proses
Produksi
Pada dasarnya proses atau teknologi
pembuatan semen dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1.
Proses Basah
Dalam proses basah, raw material dihancurkan kemudian digiling dalam raw mill sambil diiringi penambahan air
sehingga kadar airnya menjadi 25-40% dari total material. Selama penggilingan
berlangsung, bahan baku yang telah berbentuk slurry dicampur hingga dicapai komposisi yang memenuhi pabrik.
Setelah itu, slurry tersebut
dimasukkan ke dalam silo untuk
kemudian dibakar. Adapun keuntungan dari proses basah adalah sebagai berikut :
Ø Pencampuran
dari komposisi slurry lebih mudah
karena berupa luluhan.
Ø
Kadar alkali tidak menimbulkan
gangguan penyempitan dalam saluran
Ø
Debu yang dihasilkan relatif
sedikit.
Ø
Deposit yang tidak homogen tidak
berpengaruh karena mudah mencampur dan mengkoreksinya.
Sedangkan kerugian dari proses basah antara lain :
Ø
Konsumsi bahan bakar lebih banyak.
Ø
Kiln yang dipakai lebih panjang.
Ø
Kapasitas rendah.
Ø
Memerlukan air proses dalam jumlah
besar.
2. Proses
Semi Basah
Dalam proses
semi basah, umpan dalam bentuk cake. Penyediaan
umpan kiln sama dengan proses basah,
hanya umpan kiln disaring terlebih
dahulu. Selanjutnya cake yang
digunakan sebagai umpan kiln
disyaratkan memiliki kandungan air antara 17-27%.
3. Proses Semi
Kering
Dalam proses
semi kering, umpan dalam bentuk butiran. Bahan baku yang telah dihancurkan,
digiling dalam raw mill. Selanjutnya
dibentuk
butiran-butiran dalam inti granulasi dan dicampur untuk mencapai homogenitas. Kadar air yang disyaratkan dalam umpan kiln sekitar 10-15%. Setelah homogen baru diumpankan ke kiln. Di dalam kiln, umpan dibakar hingga membentuk clinker. Setelah dingin, digiling ke cement mill bersama gypsum hingga terbentuk semen.
butiran-butiran dalam inti granulasi dan dicampur untuk mencapai homogenitas. Kadar air yang disyaratkan dalam umpan kiln sekitar 10-15%. Setelah homogen baru diumpankan ke kiln. Di dalam kiln, umpan dibakar hingga membentuk clinker. Setelah dingin, digiling ke cement mill bersama gypsum hingga terbentuk semen.
4. Proses
Kering
Pada proses kering, bahan baku dipecah dan digiling
sampai kadar air maksimal 1%. Bahan baku yang telah digiling, dicampur dalam blending silo untuk mendapatkan campuran
yang homogen dengan menggunakan udara tekan. Tepung baku yang telah homogen ini
diumpankan ke kiln selanjutnya
didinginkan dan dicampur dengan gypsum
dengan kadar gypsum sebanyak 4% untuk
kemudian digiling dalam finish mill hingga
menjadi semen. Keuntungan dari proses kering :
Ø
Kiln yang digunakan relatif
pendek.
Ø
Heat
comsumption rendah sehingga bahan bakar yang digunakan relatif
lebih sedikit.
Ø
Kapasitas produksi besar.
Ø
Biaya operasi rendah.
Sedangkan kerugian dari proses kering adalah :
Ø
Kadar air sangat mengganggu operasi
karena material menjadi lengket.
Ø
Campuran kurang homogen.
Ø
Banyak debu yang dihasilkan, maka
diperlukan alat penangkap debu.
Proses kering merupakan proses yang paling banyak dipilih untuk
diaplikasikan dalam proses produksi. Ini disebabkan karena proses tersebut
mampu menghemat pemakaian bahan bakar dan pemakaian alat-alat produksi.
Proses
produksi ini dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Pengeringan
dan Penggilingan Awal Bahan Baku (Raw
Mill)
Dari storage,
material dikumpulkan dan dibawa ke dozing
house dengan menggunakan reclaimer
(mix reclaimer, pure limestone reclaimer dan sandstone
reclaimer) dan belt conveyor.
Karena frekuensi pemakaian yang relatif kecil, sandstone reclaimer juga digunakan sebagai laterite reclaimer. Empat jenis material dimasukkan ke
masing-masing hopper bin dengan masing-masing alat penimbangnya untuk
masing-masing bahan baku. Komposisi keempat material diatur oleh Quality Control menggunakan QCX (Quality Control by X-Ray System),
kemudian keempat material di transportasikan ke raw mill dalam satu belt
conveyor.
Material dari raw mill
ditransportasikan dengan udara panas dari suspension preheater dan
hisapan dari electrostatic precipitator menuju separator.
Material hasil penggilingan yang masih kasar akan dipisahkan oleh separator
dan dijatuhkan kembali ke meja penggiling, kemudian terlempar dari meja
penggiling karena gaya sentrifugal, dikumpulkan oleh scraper dan
dijatuhkan ke bucket elevator dan oleh bucket elevator material
dibawa ke separator untuk dijatuhkan kembali dan digiling, sedangkan
material yang sudah halus dihisap oleh electrostatic precipitator. Material product yang keluar
dari raw mill sudah seperti tepung
dan disebut raw meal.
Produk ditransportasikan menuju blending silo
melewati electrostatic precipitator yang berfungsi untuk menangkap
debu. Di dalam electrostatic
precipitator, debu yang tidak dapat ditangkap dibuang ke udara bebas
melalui cerobong. Debu yang tidak tertangkap itu adalah debu yang telah aman
untuk di buang ke lingkungan. Batas emisi debu adalah 80 mg/m3.
Sedangkan bahan baku halus yang dapat ditangkap oleh electrostatic
precipitator akan jatuh ke screw
conveyor dan airslide, kemudian
dibawa masuk ke bucket elevator dan
dialirkan ke blending silo (homogenizing
silo) untuk dihomogenisasi.
Homogenisasi material di dalam blending silo tidak
dilakukan dengan pengadukan secara fisik melainkan dengan cara dihembus
menggunakan blower untuk mendapatkan
efek pencampuran. Sistem pengeluaran menggunakan multifeeding yang diharapkan bisa memperoleh lapisan yang seragam
di sepanjang permukaan blending silo.
Proses percampuran dilakukan bersamaan dengan pengeluaran material. Jalur yang
dipakai untuk mengalirkan material keluar diaktifkan oleh aerasi di bagian
bawah silo secara bergantian dengan menggunakan 6 buah saluran. Sistem
homogenisasi semacam ini memiliki efisiensi percampuran tinggi dengan konsumsi
energi yang cukup rendah, sehingga material yang masuk ke dalam kiln juga akan seragam.
2. Pembakaran
dan Pendinginan Clinker (Burnining and Cooling)
Dari
blending silo, raw meal yang sudah dihomogenkan ditransportasikan ke
sistem pengumpan kiln menggunakan air
slide dan bucket elevator dan diumpankan ke cyclon preheater.
Untuk mengatur kontinuitas dan jumlah material yang akan dimasukkan ke dalam
sistem pembakaran di kiln, material
ditampung di dalam sebuah bin penampung sementara yang dilengkapi dengan
penimbang. Diharapkan aliran material ke sistem pengumpan kiln selalu stabil agar proses operasi juga stabil. Level
material di feed bin dijaga konstan dengan mengatur keluaran dari blending
silo. Penimbang (load cell) di feed
bin memberikan signal ke katup
keluaran blending agar bukaan katup
atau valve tersebut disesuaikan pada
level bin tertentu (90 ton). Material mengalir keluar secara rutin
dikalibrasikan dengan penurunan berat di bin.
Proses pembentukan clinker
tidak seluruhnya terjadi di rotary kiln,
tetapi di dalam dua unit yaitu suspension
preheater dimana tepung baku (raw
meal) mengalami proses penguapan air, pemanasan awal dan sebagian proses
kalsinasi. Sedangkan pada kiln
terjadi proses kalsinasi lanjutan, sintering
dan pendinginan clinker. Adanya suspension preheater memberikan beberapa
keuntungan diantaranya :
Ø
Rotary kiln lebih
pendek
Ø
Gas panas yang keluar dari suspension preheater dapat digunakan
sebagai pemanas di raw mill dan coal mill.
Ø
Penghematan bahan bakar.
Kiln merupakan
salah satu alat utama dalam pabrik semen yang berfungsi sebagai tempat
pembentukan clinker yang merupakan
produk setengah jadi dalam pembuatan semen. Penggunaan suspension preheater
yang dilengkapi calsiner merupakan pilihan yang tepat untuk memperoleh
konsumsi panas yang kecil dan meningkatkan kapasitas produksi kiln. Selain itu, beban kiln menjadi berkurang, karena kalsinasi
sudah mulai terjadi di suspension
preheater (calsiner).
Tahapan reaksi yang terjadi pada proses pembentukan clinker dari umpan baku (raw meal):
1. Proses
pengeringan/penguapan air
Proses penguapan ini terjadi pada suhu sampai 1000C,
umpan baku (raw meal) yang masuk ke kiln dari blending silo memiliki
suhu > 750C.
2. Tahapan
pelepasan air hidrat clay (tanah
liat).
Proses ini
terjadi pada temperatur sekitar 5000C
dan terletak di siklon stage 2.
3. Dekomposisi
tanah liat pada suhu 600 - 9000C
4. Tahap
penguapan CO2 dari limestone
dan mulai kalsinasi (600 – 800 0C)
5. Dekomposisi limestone dan pembentukan CS dan CA (600
– 1000 0C)
6. Tahap
pembentukan C2S terjadi pada suhu 800 – 900 0C
7. Tahap
pembentukan C3A dan C4AF
Proses pembentukan
garam kalsium aluminat dan ferrit ini terjadi pada suhu 1095-1205oC
8. Tahap
pembentukan C3S
Bagian dari CaO yang tidak bereaksi dengan
oksida-oksida aluminium besi dan silika biasanya berupa senyawa CaO bebas atau free lime. Free lime ini dalam hasil produksi clinker dibatasi antara 0,5 – 1,2 %.
3. Penggilingan
Akhir (Cement Mill)
Clinker merupakan
produk setengah jadi yang dihasilkan oleh kiln. Clinker sudah mempunyai nilai ekonomis. Hanya saja, clinker belum bisa
digunakan secara langsung karena bentuknya yang masih
besar dan juga perlu ditambahkan gypsum
agar tidak cepat mengeras dan akhirnya akan pecah. Alat penggiling akhir ini
dibagi menjadi dua alat utama yaitu pregrinder
yang berfungsi untuk menurunkan ukuran dari diameter 3 cm ke blaine 1000 dan tube mill yang berfungsi
menurunkan ukuran lagi sehingga menjadi semen yang siap dipakai yaitu blaine-nya 3200.
Pada penggilingan akhir atau finish mill dilakukan penambahan zat aditif sehingga menjadi semen
yang memenuhi syarat kehalusan. Zat aditif dalam proses pembuatan semen antara
lain :
Ø
Gypsum, merupakan
suatu bahan retarder yang berfungsi
untuk memperlambat pengerasan/pengeringan semen. Gypsum dari appron conveyor
yang partikelnya sudah halus diangkut oleh belt
conveyor menuju hopper, sedangkan
gypsum yang kasar akan masuk ke crusher (penghancur) untuk dihaluskan
terlebih dahulu. Penambahan gypsum
pada umumnya adalah 3-5 % dari massa semen yang akan dihasilkan.
Ø
Limestone
Ø
Trass
Ø
Fly Ash
Pada
penambahan bahan aditif semen, harus diperhatikan syarat dari kuat tekan semen
harus tetap terpenuhi meski dilakukan penambahan bahan dalam proses ini.
c) Pengepakan
Dari 3 unit cement silo, semen
ditransportasikan menggunakan air slide menuju bucket elevator,
kemudian masuk ke dalam vibrating screen untuk menyaring material yang
terbawa ke dalam produk semen. Pada cement
silo ini terjadi fluidisasi antara
semen dan udara blower. Dengan adanya gravitasi bumi, semen jatuh ke bawah dan
oleh air slide dibawa ke bucket elevator.
Produk yang berupa material
halus dimasukkan ke dalam hopper untuk dialirkan ke dalam packer. Aliran massa semen terbagi
menjadi dua, yaitu massa semen yang setelah ditimbang di weigh bridge
menuju truck loader untuk pembelian dalam bentuk semen curah (bulk cement)
dan massa semen yang menuju rotary packer untuk pengemasan semen dalam
bentuk kantong (sack). Semen yang
terbuang pada saat pengantongan ditangkap dengan dust collector jenis bag
filter untuk mencegah polusi udara.
Packing produk
menggunakan 5 unit mesin rotary packer dengan kapasitas
masing-masing 110 ton per jam. Semen kemudian ditransport ke kapal atau truk
untuk dipasarkan baik dalam bentuk bulk
cement maupun semen kantong
.
Makalah di atas ada beberapa hal yang di hilangkan, seperti gambar, FDP, serta beberapa hal disebabkan kesulitan mengcopas langsung. Karena itu, untuk melihat file aslinya silahkan download di makalah PIK lengkap. Di dalam rar terdiri dari beberapa makalah PIK lengkap seperti
1. Semen Portland
2. Pembuatan Metanol dengan Gasifikasi Batubara
3. Karbon Industri
4. Asam Sulfat
5. Industri Klor-Alkali
Selain itu dilengkapi dengan power point presentasinya.
.
Makalah di atas ada beberapa hal yang di hilangkan, seperti gambar, FDP, serta beberapa hal disebabkan kesulitan mengcopas langsung. Karena itu, untuk melihat file aslinya silahkan download di makalah PIK lengkap. Di dalam rar terdiri dari beberapa makalah PIK lengkap seperti
1. Semen Portland
2. Pembuatan Metanol dengan Gasifikasi Batubara
3. Karbon Industri
4. Asam Sulfat
5. Industri Klor-Alkali
Selain itu dilengkapi dengan power point presentasinya.
Terimakasih :-d
BalasHapusSangat membantu tugas kuliah saya @@.
Hei...Thanks ya
BalasHapussangat membantu penyusunan tugas magang saya
BalasHapusMakasih ka Arif..referensi buat mata kuliah semen..
BalasHapussudah bagus saudara memaparkan ini dengan jelas, tapi tolong disertakan juga dengan sitasi yang jelas. terimakasih
BalasHapusbagus yaa
BalasHapus