UPDATE NEWS

Minggu, 30 September 2012

Laporan Percobaan 1: Asidimetri dan Alkalimetri

PERCOBAAN I
ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI


1.1              PENDAHULUAN

1.1.1        Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut
1.        Membuat larutan standar HCl 0,1 N serta menetapkan konsentrasi larutan standar HCl dengan cara standarisasi dengan larutan baku (Na2B4O7.10H2O) dan Na2CO3 anhidrous.
2.        Membuat larutan standar NaOH dan standarisasi dengan asam oksalat.
3.        Menentukan kadar asam dalam asam cuka yang diperdagangkan serta menentukan kadar NH2 dalam garam amonium (NH4Cl).

1.1.2        Latar Belakang
Titrasi adalah salah satu cara menentukan kadar senyawa yang terkandung dalam suatu sampel. Namun, titrasi sendiri bermacam-macam, tidak hanya satu. Asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu proses titrasi.
Titrasi asam-basa ini sangat berguna dalam bidang pertanian yaitu untuk pembuatan pupuk kalium klorida yang dalam pembentukannya diperlukan MgO yang dihitung kadarnya sebagai penguji dengan proses titrasi. Atau dalam industri lain seperti penentuan sulfite dalam minuman anggur menggunakan iodine yang merupakan asam.
Oleh sebab itu, maka praktikum ini dirasa penting. Karena proses titrasi ini banyak diaplikasikan di berbagai bidang industri, maka sebagai mahasiswa teknik kimia harus bisa memahami konsep percobaan agar tidak canggung apabila berada dalam dunia industri.


1.2              DASAR TEORI
Reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri melibatkan titrasi basa bebas. Basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dengan suatu asam standar (asidimetri) dan titrasi asam bebas atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawanya ion hidrogen untuk membentuk air (Basset, 1994:261).
Larutan baku/ larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui. Larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan buret, yang sekaligus berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku. Larutan yang akan ditentukan konsentrasinya atau kadarnya, diukur volumenya dengan menggunakan pipet volumetri dan ditempatkan di erlenmeyer (Farx, 2011)
Indikator asam – basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Misalnya biru brotimol (BB) dalam larutan asam ia berwarna kuning tetapi dalam lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam keadaan asam dinamakan warna asam dari indikator (kuning untuk bb), sedang warna yang ditunjukan dalam keadaan basa disebut warna basa (Harjadi, 1990:134).
 Rentang pH indikator, indikator tidak berubah warna dengan sangat mencolok pada satu pH tertentu (diberikan oleh harga pKind-nya). Malahan, mengubah sedikit rentang pH. Terjadi perubahan kecil yang berangsur-angsur dari satu warna menjadi warna yang lain, menempati rentang pH. Secara kasar "aturan ibu jari", perubahan yang tampak menempati sekitar 1 unit pH pada tiap sisi harga pKind+ (Clark, 2007).
1.                  Reaksi kimia antar analit dan titrant diketahui dengan pasti dan jelas produk-produk apa yang akan dihasilkan nantinya. Mana reaktan dan produk apa yang akan dihasilkan harus jelas dan pasti
2.                  Reaksi harus berjalan dengan cepat
3.                  Harus ada sesuatu yang bisa menandakan atau mengindikasikan bahwa reaksi antara analit dengan titrant sudah equivalent secara stoikiometri, baik itu dengan perubahan warna, perubahan arus listrik, perubahan pH, dengan penambahan indicator atau apapun yang bisa digunakan untuk mengamati perubahan tersebut.
4.                  Tidak ada hal lain yang mengganggu reaksi antara analit dengan titrant
5.                  Reaksi antara analit dengan titrant harus memiliki kesetimbangan jauh kearah kanan (artinya kesetimbangannya mengarah kearah pembentukan produk) hal ini untuk memastikan secara kuantitatif reaksi bisa dihitung, dan memastikan titik akhir titrasi bisa diamati (Syarif, 2011:10-11).
Pengenceran adalah proses penambahan pelarutan terhadap larutan. Tujuan pengenceran adalah untuk memperkecil konsentrasi larutan. Pada peristiwa pengenceran jumlah zat terlarut tidak berubah. Sedangkan volume larutan berubah, akibatnya % volumenya akan kecil (Harjadi, 1990:147).
       Suatu larutan standar adalah larutan yang mengandung eagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu suatu larutan. Larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi, suatu zat standar primer harus memenuhi persyaratan, yaitu sebagai berikut:
1.        Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan dan juga mudah dikeringkan (sebaiknya pada suhu 1100+- 1200C).
2.        Zat harus tidak berubah dalam udara selama penimbangan. Kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tidak boleh higroskopis, tidak pula dioksidasi udara atau dipengaruhi karbon dioksida. Standar ini juga harus dijaga agar komposisinya tidak berubah saat penyimpanan.
3.         Zat harus dapat diuji terhadap zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tidak boleh melebihi 0, 01-0, 02 ).
4.        Zat harus mempunyai ekivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
5.         Zat harus mudah larutpada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.\
6.         Reaksi dengan larutan standar itu harus soikiometri dan praktis sekejap. Sesatan titrasi harus dapat diabaikan atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
Zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer adalah reaksi asam basa natrium karbonat (Na2CO3), natrium tetrabonat (Na2B4O7), kalium hydrogen iodat KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan. Sedangkan standar sekunder adalah zat yang dapat digunakan untuk standarisasi dan yang kandungan zat aktifnya telah ditemukan de ngan pembandingan dengan suatu standar primer (Basset, 1994:255).
Larutan yang dititrasi dalam asidmetri dan alkalimetri mengalami perubahan pH. Misalnya, bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah dan selama titrasi terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH pada awa titrasi yakni saat belum ditambah dengan basa dan pada saat tertentu setelah titrasi dimulai, maka pH larutan dapat dialurkan lewat grafik yang disebut kurva titrasi. Bila suatu indikator pH kita gunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi maka indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi. Perubahan warna ini harus terjadi dengan mendadak agar tidak ada keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan. Bila perubahan warna mendadak sekali (yakni tetes terakhir menyebabkan warna sama sekali lain) maka dikatakan bahwa titik akhirnya tegas atau tajam (Harjadi, 1999:143).









1.3       METODOLOGI
                
1.3.1    Alat dan Rangkaian Alat                      
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
Ø  Erlenmeyer 250 mL
Ø  Gelas bekker 250 mL dan 500 mL
Ø  Sudip
Ø  Corong
Ø  Propipet
Ø  Pipet tetes
Ø  Labu ukur 250 mL
Ø  Pipet gondok 10 mL
Ø  Gelas arloji
Ø  Gelas ukur 50 mL dan 100 mL
Ø  Buret asam dan basa 50 mL
Ø  Kompor listrik
Ø  Neraca analitik



1.3.2    Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
Ø  HCl 0,1 N
Ø  Akuades
Ø  NaOH Kristal 1 gram
Ø  Asam oksalat (H2C2O4.2H2O) 0,6 gram
Ø  Borax (Na2B4O7.10H2O) 0,2 gram
Ø  Amonium klorida (NH4Cl) 0,2 gram
Ø  Asam cuka 5 mL
Ø  Indikator PP
Ø  Indikator methyl-orange

1.3.3    Prosedur percobaan
1.3.3.1 Asidimetri
1.3.3.1.1 Standarisasi HCl dengan Borax
1.        Menimbang dengan tepat 0,2 gram Borax
2.        memasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL dan mengencerkan dengan akuades sebanyak 25 mL lalu mengocok hingga larut.
3.        Menambahkan 3 tetes indikator metil orange.
4.        Menitrasi dengan larutan HCl sampai berubah warna dari kuning menjadi merah muda.
5.        Mencatat volume titran.

1.3.3.1.2 Standarisasi HCl dengan Na2CO3
1.        Menimbang 0,2 gram Na2CO3 dan melarutkan dengan akuades sebanyak 60 mL di dalam erlenmeyer dan mengocok sampai larut.
2.        Menambahkan 3 tetes indikator metil orange.
3.        Menitrasi dengan larutan HCl sampai berubah warna dari jingga menjadi merah muda.
4.        Mencatat volume titran.

1.3.3.2 Alkalimetri
1.3.3.2.1 Membuat larutan standar NaOH
1.        Menimbang 1 gram kristal NaOH dan melarutkannya dengan akuades yang telah dipanaskan dan memasukkan ke dalam labu ukur 250 mL.
2.        Memindahkan ke dalam gelas beker 500 mL
                 
1.3.3.2.2 Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat
1.        Menimbang 0,6 gram Asam Oksalat dengan gelas arloji. Memasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
2.        Melarutkan dengan akuades sampai volume 100 mL.
3.        Mengambil asam oksalat sebanyak 10 mL.
4.        Menambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes.
5.        Menitrasi dengan larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda.
6.        Mencatat volume titran dan melakukan percobaan sebanyak 2 kali.

1.3.3.2.3 Menentukan kadar NH3 dalam Amonium Klorida (NH4Cl)
1.        Menimbang 0,2 gram NH4Cl dengan gelas arloji. Memasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
2.        Menambahkan dengan NaOH yang telah distandarisasi sebanyak 75 mL.
3.        Menambahkan 3 tetes indikator metil orange.
4.        Menitrasi dengan HCl sampai terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah muda.
5.        Mencatat volume titran.

1.3.3.2.4 Penentuan Kadar Asam dalam Asam Cuka yang diperdagangkan
1.        Menimbang gelas bekker kosong, setelah itu memasukkan 5 mL asam cuka, lalu menimbang lagi dan menghitung massa cuka.
2.        Memindahkan asam cuka ke dalam labu ukur 250 mL dan menambahkan akuades sampai tanda batas dan mengocoknya.
3.        Memipet 10 mL asam cuka ke dalam erlenmeyer dan menambahkan 3 tetes indikator PP.
4.        Menitrasi dengan larutan NaOH standar sampai warna merah muda.
5.        Mencatat volume titran.
















4.1       HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1.1    Hasil Pengamatan
4.1.1.1 Asidimetri
Tabel 1.1 Standarisasi dengan Borax
No.
Prosedur Kerja
Hasil
1.
2.
3.
4.
5.
Penimbangan Borax
Pengenceran dengan akuades
Penambahan 3 tetes metil orange
Penitrasian dengan HCl
Pencatatan volume titran
m = 0,2 gram
V = 25 mL
Warna larutan kuning
Warna larutan merah muda
V = 10 mL

Tabel 1.2 Standarisasi dengan Na2CO3 anhidrous
No.
Prosedur Kerja
Hasil
1.
2.
3.
4.
5.
Penimbangan Na2CO3
Pengenceran dengan akuades
Penambahah 3 tetes indikator metil orange
Penitrasian dengan HCl
Pencatatan volume titran
m = 0,2 gram
V = 60 mL
Warna larutan kuning
Warna larutan merah muda
V = 32,3 mL

4.1.1.2 Alkalimetri
Tabel 1.3 Membuat Larutan Standar NaOH
No.
Prosedur Kerja
Hasil
1.
2.
3.
Penimbangan NaOH dan pelarutan dengan akuades
Pemasukan ke dalam labu ukur dan pengenceran NaOH
Penyimpanan larutan dalam botol tertutup
m = 1 gram
larutan menjadi panas
V = 250 mL



Tabel 1.4 Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat
No.
Prosedur Kerja
Hasil
1.
2.
3.

4.
5.
Pelarutan asam oksalat
Pelarutan dengan akuades
Pengambilan larutan dan penambahan indikator PP 3 tetes
Penitrasian dengan NaOH standar
Pencatatan volume titran
m = 0,6 gram
V = 100 mL
V = 10 mL
Warna larutan bening
Warna larutan merah muda
Vtitran = 18 mL

Tabel 1.5 Menentukan Kadar NH3 dalam NH4Cl
No.
Prosedur Kerja
Hasil
1.
2.
3.

4.
5.
Penimbangan NH4Cl
Penambahan larutan NaOH standarisasi
Penambahan indikator methyl-orange

Penitrasian dengan HCl
Pencatatan volume titran
m = 0,2 gram
V = 75 mL
Indikator MO = 3 tetes
Warna larutan kuning
Warna larutan merah muda


Tabel 1.6 Penentuan Kadar Asam dalam Asam Cuka yang diperdagangkan
No.
Prosedur Kerja
Hasil
1.

2.
3.
4.

5.

6.
Penimbangan cuka

Pengenceran cuka dengan akuades
Pemasukan cuka ke erlenmeyer
Penambahan indikator PP

Penitrasian dengan NaOH

Pencatatan volume titran
m = 4,481 gram
Vasam cuka= 5 mL
Vakuades = 250 mL
Vcuka = 10 ml
Indikator PP= 3 Tetes
Warna larutan bening
Warna larutan merah muda
V = 3,5 mL


1.4.2    Pembahasan
1.4.2.1 Asidimetri
1.4.2.1.1 Standarisasi HCl dengan Borax
Percobaan ini melakukan standarisasi HCl dengan borax (Na2B4O7.10H2O). Borax berperan sebagai standar primer yang digunakan untuk pembakuan larutan HCl. Pemilihan borax karena memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, kering, tidak mudah terpengaruh lingkungan seperti udara, mudah larut dalam air dan memiliki massa ekivalen yang tinggi. Sebelum melakukan titrasi, maka borax dilarutkan dalam fase solid padatan.
Indikator yang dipilih adalah metil orange karena titrasi ini dilakukan untuk asam kuat dan basa lemah, sehingga kemungkinan pH <7. Trayek atau range pH untuk metil orange adalah 3,1 – 4,8. Setelah larutan borax dititrasi dengan HCl terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah muda. Ini disebabkan semua ion borax telah habis bereaksi dengan HCl. Sehingga ion H+ dari HCl bereaksi dengan indikator. 
Larutan yang distandarisasi HCl dengan menggunakan borax bertujuan untuk menghilangkan gas karbon dioksida (CO2) yang terbentuk. 
Dari perhitungan, volume HCl yang digunakan sebanyak 10 mL sehingga diketahui nilai konsentrasinya adalah 0,104 N.

1.4.2.1.2 Standarisasi HCl dengan Na2CO3 Anhidrous
            Percobaan ini dengan melakukan standarisasi HCl dengan Na2CO3 anhidrous. Pemilihan Na2CO3 anhidrous nsebagai larutan baku sebab nilai konsentrasinya dapat diketahui melalui perhitungan. Selain itu Na2CO3 anhidrous juga memenuhi standar larut6an baku primer yaitu memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, tidak higroskopis, mudah larut dalam air dan memiliki massa ekivalen yang tinggi. Sebelum dititrasi, kristal Na2CO3 anhidrous dilarutkan dengan akuades dengan tujuan mengionkan senyawa Na2CO3 anhidrous agar dapat dititrasi dan menimbulkan reaksi. 
            Setelah Na2CO3 anhidrous dilarutkan dengan air, maka ditetesi dengan indikator. Indikator yang digunakan adalah metil orange. Pemilihan metil orange karena Na2CO3 anhidrous merupakan basa lemah, sehingga bila dititrasi maka pH akhir akan <7 karena metil orange memiliki range pH 3,1-4,8 , oleh karena itu cocok digunakan untuk titrasi ini. Perubahan warna dari kuning menjadi merah muda saat dititrasi dengan HCl karena titik ekivalen sudah tercapai dan ion Na2CO3 anhidrous sudah habis bereaksi dengan HCl. Sehingga ion H+ dari H2O yang bereaksi dengan indikator. 
            Dari perhitungan juga didapat bahwa volume HCl yang diperlukan sampai titik akhir titrasi adalah 34,3 mL sehingga didapat nilai konsentrasinya adalah 0,119 N.

1.4.2.2 Alkalimetri
1.4.2.2.1 Membuat Larutan Standar NaOH
            Pembuatan larutan standar dengan melarutkan NaOH dengan akuades. 
Saat pelarutan, suhu labu ukur menjadi hangat. Ini disebabkan terjadi reaksi eksoterm saat pelarutan NaOH dengan akuades. Sehingga ada pelepasan kalor dari sistem ke lingkungan. Dimana NaOH yang larut dalam akuades adalah sistem sedangkan labu ukur adalah lingkungan.
Saat pelarutan menggunakan air panas, agar NaOH terlarut sempurna dan bebas dari CO2 karena pada umumnya NaOH mengandung zat pengotor seperti Na2CO3. Dari perhitungan didapatkan konsentrasi NaOH adalah 0,1 N.

1.4.2.2.2 Standarisasi Larutan NaOH dengan Asam Oksalat
            Percobaan standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat ini dilakukan untuk memperoleh nilai konsentrasi NaOH . Kristal asam oksalat pertama dilarutkan terlebih dahulu dengan akuades agar bisa dititrasi. Karena titrasi tidak bisa dilakukan dalam fase padatan. 
Setelah asam oksalat dilarutkan dalam air maka ditetesi dengan indikator. Indikator yang digunakan adalah indikator PP. Pemilihan indikator PP karena asam oksalat merupakan asam lemah. Sehingga bila dititrasi dengan basa kuat , maka pH akhir >7. Gal ini berarti titik ekivalen berada dalam suasana basa. Indikator PP sendiri  memiliki range Ph 8-9,6.
Setelah asam asetat dititrasi dengan NaOH terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. In diseabkan NaOH habis bereaksi dengan asam oksalat sehingga ada kelebihan NaOH yang bereaksi. Indikator PP merupakan bentuk asam lemah, sehingga bila ditambahkan ion-ion OH- dari NaOH maka akan menggeser kesetimbangan ke arah kanan sehingga menyebabkan inidikator menjadi berwarna merah muda. Persamaan reaksinya sebagai berikut:
Dari perhitungan diketahui konsentrasi NaOH adalah 0,147 N dari penambahan sebanyak 9 mL.
1.4.2.2.3 Penentuan Kadar NH3 dalam NH4CL
            Untuk percobaan penentuan kadar NH3 dalam NH4CL, NH4CL dilarutkan dengan NaOH untuk mengubah ikatan NH4CL berikatan dengan NaOH. 
Namun dalam reaksi ini, NaOH tidak habis bereaksi dengan NH4CL , melainkan berlebih, sehingga lebihnya ini digunakan untuk bereaksi dengan HCl pada saat titrasi.
Sebelum titrasi diberikan penambahan indikator metil orange. Pemilihan metil orange karena titik ekivalen akan tercapai pada suasana asam akibat HCl yang bereaksi dengan NH4CL sehingga dapat dipastikan pH akhir <7. Trayek metil orange sendiri adalah 3,1-4,8.
            Perubahan warna dari kuning menjadi merah muda karena titrasi sudah mencapai titik ekivalen. Artinya HCl habis bereaksi dengan NH4CL dan ada ion H+ yang berlebih dari HCl bereaksi dengan indikator. 
Dari perhitungan diketahui kadar NH3 dalam NH4CL adalah 55% dari penambahan HCl sebanyak 64,8 mL.

1.4.2.2.4 Penentuan Kadar Asam Asetat Dalam Asam Cuka yang Diperdagangkan
            Pengenceran asam asetat dengan air agar mempermudah titrasi karena sudah terionisasi, Asam asetat yang merupakan contoh protolit lemah, yaitu molekul atau ion yang dapat ikut sertadengan proton yang kesetimbangan asam basanya ditentukan oleh tetapan ionisasi protolisisnya. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
CH3COOH + H2O                  CH3COO- + H3O-
Titrat sebelum dititrasi dengan NaOH ditetesi dengan indikator PP. Penggunaan indikator PP karena titik ekivalen terjadi saat suasana larutan basa sebab ini adalah titrsi basa kuat (NaOH) terhadap asam lemah (CH3COOH). Range indikator pH adalah 8-9,6. Perubahan warna saat titrasi dari bening menjadi merah muda disebabkan titik akhir titrasi tercapai akibat ion OH- berlebih, sehingga menggeser kesetimbangan larutan indikator PP kesebelah kanan karena sehingga warna larutan berubah dari bening menjad merah muda. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
H-pHpH (Aq)                      H+(Aq) + pHpH-(Aq)
                                            Kuning                               Merah muda
Sedangkan reaksi antara NaOH dengan CH3COOH sebagai berikut:
CH3COOH + NaOH              CH3COONa + H2O
Dari perhitungan dapat diketahui kadar asam asetat dalam asam cuka adalah 1,87% dari penambahan HCl sebanyak 1,75 mL.

















1.5       PENUTUP

1.5.1    Kesimpulan
            Kesimpulan dari percobaan ini adalah:
1.        Konsentrasi NaOH yang didapat dari standarisasi dengan borax adalah 0,104 N.
2.        Konsentrasi HCl yang didapat dari standarisasi dengan Na2CO3 anhidrous adalah 0,119 N.
3.        Konsentrasi larutan standar NaOH yang dibuat adalah 0,1 N.
4.        Konsentrasi NaOH yang didapat dari standarisasi dengan asam oksalat adalah 0,147 N.
5.        Kadar NH3 dalam NH4CL adalah 55%.
6.        Kadar asam dalam asam cuka yang diperdagangkan adalah 1,87%.

1.5.2    Saran
Saran untuk percobaan ini adalah perlunya ketelitian, keahlian dan kecekatan dari praktikan seperti dalam titrasi. Kebersihan alat juga harus diperhatikan, agar tidak ada kesalahaan dalam percobaan.









DAFTAR PUSTAKA


Clark, Jim. 2007. Indikator Asam dan Basa
Diakses pada tanggal 5 Maret 2012

Farx. 2011. Larutan Baku (Larutan Standar)
Diakses pada tanggal 5 Maret 2012

J. Basset dan kawan-kawan. 1994. Teknik Analisis Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia, Jakarta.

Syarif. 2011. Syarat-Syarat Titrasi. Themegallery, Bandung.

NB: File diatas ada beberapa yang dihilangkan seperti gambar, karena tidak bisa copy paste langsung. Namun bagi kawan-kawan yang ingin mendownload filenya bisa mendownload file yang aslinya dengan gambar. Silakan download disini 

Download di Laporan 1 Kimia Analisis


0 komentar:

ANDA SUKA DENGAN ISI ARTIKEL BLOG SAYA?? JANGAN LUPA UNTUK DI KOMEN, LIKE DAN FOLLOW YA. DAN INGAT, HARUS SOPAN. . .
HARAP MENULIS NAMA BILA KOMEN, AGAR KITA LEBIH SALING MENGENAL. SALAM BLOGGING. . .

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...