UPDATE NEWS

Jumat, 05 April 2013

Makalah PIK - Pembuatan Methanol dari Proses Gasifikasi Batubara



PEMBUATAN METHANOL DARI PROSES GASIFIKASI BATUBARA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
          Indonesia  merupakan salah satu daerah penghasil tambang batu bara terbesar di dunia. Salah satu daerah penghasil tambang terbesar di Indonesia adalah Kalimantan Selatan. Pertumbuhan tambang di Kalimantan Selatan sendiri semakin pesat karena semakin banyak lahan tambang baru yang ditemukan.
          Kebanyakan bahan kimia dari batubara pada mulanya diperoleh melalui proses distilasi destruktif, yang menghasilkan terutama bahan-bahan aromatik. Beberapa tahun terakhir ini, sebagian besar zat aromatik, terutama benzene, toluene, xilena, naftalena, dan metilnaftalena didapat dari pengolahan minyak bumi. Dengan semakin majunya penerapan kenversi batubara secara kimia, maka akan lebih banyak lagi jenis bahan kimia yang bisa dibuat dari batubara.
          Batubara merupakan cadangan bahan baku yang mendapat perhatian terbesar didunia. Batubara juga merupakan sumber energi yang murah untuk pemanasan maupun pembangkit tenaga yang diperlukan untuk suatu proses. Oleh karena itu, pengolahan batubara yang baik diperlukan agar penggunaan batubara sebagai sumber energi tidak merusak keseimbangan ekosistem di bumi pertiwi ini.

1.2     Sejarah ditemukannya “Batubara”
          Beberapa ahli sejarah meyakini bahwa batubara pertama kali digunakan secara komersial di Cina. Ada laporan yang menyatakan bahwa suatu tambang di timur laut Cina menyediakan batu bara untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam sekitar tahun 1000 SM. Bahkan petunjuk paling awal tentang batubara ternyata berasal dari filsuf dan ilmuwan Yunani yaitu Aristoteles, yang menyebutkan adanya arang seperti batu. Abu batu bara yang ditemukan di reruntuhan bangunan bangsa Romawi di Inggris juga menunjukkan bahwa batubara telah digunakan oleh bangsa Romawi pada tahun 400 SM.
          Catatan sejarah dari Abad Pertengahan memberikan bukti pertama penambangan batu bara di Eropa, bahkan suatu perdagangan internasional batu bara laut dari lapisan batu bara yang tersingkap di pantai Inggris dikumpulkan dan
diekspor ke Belgia. Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19, kebutuhan akan batubara amat mendesak. Penemuan revolusional mesin uap oleh James Watt, yang dipatenkan pada tahun 1769, sangat berperan dalam pertumbuhan penggunaan batu bara. Oleh karena itu, riwayat penambangan dan penggunaan batu bara tidak dapat dilepaskan dari sejarah Revolusi Industri, terutama terkait dengan produksi besi dan baja, transportasi kereta api dan kapal uap.
          Namun tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi primer mulai berkurang seiring dengan semakin meningkatnya pemakaian minyak. Dan akhirnya, sejak tahun 1960 minyak menempati posisi paling atas sebagai sumber energi primer menggantikan batubara. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa batubara akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai salah satu sumber energi primer.
          Krisis minyak pada tahun 1973 menyadarkan banyak pihak bahwa ketergantungan yang berlebihan pada salah satu sumber energi primer, dalam hal ini minyak, akan menyulitkan upaya pemenuhan pasokan energi yang kontinyu. Selain itu, labilnya kondisi keamanan di Timur Tengah yang merupakan produsen minyak terbesar juga sangat berpengaruh pada fluktuasi harga maupun stabilitas pasokan (Iptek, 2013)

1.3     Pengertian Batubara
          Istilah batubara merupakan hasil terjemahan dari “coal”. Disebut batubara mungkin karena dapat terbakar seperti halnya arang kayu. Batubara adalah batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah heterogen dan mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen sebagai unsur utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan. Zat lain, yaitu senyawa organik pembentuk “ash” tersebar sebagai partikel zat mineral dan terpisah-pisah di seluruh senyawa batubara. Beberapa jenis batu meleleh dan menjadi plastis apabila dipanaskan, tetapi meninggalkan residu yang disebut kokas. Batubara dapat dibakar untuk membangkitkan uap atau dikarbonisasikan untuk membuat bahan bakar cair atau dihidrogenisasikan untuk membuat metan. Gas sintetis atau bahan bakar berupa gas dapat diproduksi sebagai produk utama dengan jalan gasifikasi sempurna dari batubara dengan oksigen dan uap atau udara dan uap (Permana : 2011).
          Batubara awalnya merupakan bahan organik yang terakumulasi dalam rawa-rawa yang dinamakan peat. Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman karbon kira-kira 340 juta tahun yang lalu (Jtl) adalah masa pembentukan Batubara yang paling produktif (Arief : 2012).

1.4     Materi pembentuk batu bara
          Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
·                     Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
·                     Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
·                     Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
·                     Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
·                     Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan
(Wikipedia, 2013).

1.5     Klasifikasi Batubara
          Klasifikasi batu bara berdasarkan tingkat pembatubaraan biasanya dimaksudkan untuk menentukan tujuan pemanfaatannya. Misalnya, batu bara bintuminus banyak digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik, pada industri baja atau genteng serta industri semen (batu bara termal atau steam coal). Adapun batu bara antrasit digunakan untuk proses sintering bijih mineral, proses pembuatan elektroda listrik, pembakaran batu gamping, dan untuk pembuatan briket tanpa asap.
          Tipe batu bara berdasarkan tingkat pembatubaraan ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :
·                Lignite :
Disebut juga batu bara muda. Merupakan tingkat terendah dari batu bara, berupa batu bara yang sangat lunak dan mengandung air 70% dari beratnya. Batu bara ini berwarna hitam, sangat rapuh, nilai kalor rendah dengan kandungan karbon yang sangat sedikit, kandungan abu dan sulfur yang banyak. Batu bara jenis ini dijual secara eksklusif sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

·                Sub-Bituminous :
          Karakteristiknya berada di antara batu bara lignite dan bituminous, terutama digunakan sebagai bahan bakar untuk PLTU. Sub-bituminous coal mengandung sedikit carbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang tidak efisien.

·                Bituminous :
          Batu bara yang tebal, biasanya berwarna hitam mengkilat, terkadang cokelat tua. Bituminous coal mengandung  86% karbon dari beratnya dengan kandungan abu dan sulfur yang sedikit. Umumnya dipakai untuk PLTU, tapi dalam jumlah besar juga dipakai untuk pemanas dan aplikasi sumber tenaga dalam industri dengan membentuknya menjadi kokas-residu karbon berbentuk padat.
·                Anthracite
          Peringkat teratas batu bara, biasanya dipakai untuk bahan pemanas ruangan di rumah dan perkantoran. Anthracite coal berbentuk padat (dense), batu-keras dengan warna jet-black berkilauan (luster) metallic, mengandung antara 86% – 98% karbon dari beratnya, terbakar lambat, dengan batasan nyala api biru (pale blue flame) dengan sedikit sekali asap.
(Ratna, 2010).

1.6     Sifat-Sifat Batubara
          Berdasarkan klasifikasi batubara yang telah disebutkan diatas, ternyata setiap jenis batubara memiliki sifat-sifat yang berbeda pula. Berikut ini, merupakan sifat-sifat batubara menurut jenisnya:
·                Sifat batubara jenis anthracite :
1.             Warna hitam sangat mengkilat dan kompak.
2.             Nilai kalor sangat tinggi, kandungan karbon sangat tinggi.
3.             Kandungan air sangat sedikit.
4.             Kandungan abu sangat sedikit.
5.             Kandungan sulfur sangat sedikit.

·                Sifat batubara jenis bituminous / subbituminous :
1.             Warna hitam mengkilat, kurang kompak.
2.             Nilai kalor tinggi, kandungan karbon relatif tinggi.
3.             Kandungan air sedikit.
4.             Kandungan abu sedikit.
5.             Kandungan sulfur sedikit.

·                Sifat batubara jenis lignit (brown coal) :
1.             Warna hitam, sangat rapuh.
2.             Nilai kalor rendah, kandungan karbon sedikit.
3.             Kandungan air tinggi.
4.             Kandungan abu banyak.
5.             Kandungan sulfur banyak.
(Sheila, 2010).
          Ada beberapa sifat batubara yang harus diperhatikan ketika memilih batubara untuk suatu kegiatan produksi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.             Kadar sulfur
Kadar sulfur adalah salah satu elemen pembakaran dalam batubara dan menghasilkan energi, hasil pembakaran utama yaitu sulfur dioksida (SO2), adalah bahan polutan utama bagi atmosfer.
2.             Karakteristik pembakaran
Batubara haruslah yang bersifat dapat terbakar bebas, bila batubara akan dibakar pada tempat yang stasioner dengan pergerakan kecil.
3.             Daya tahan terhadap cuaca
Daya tahan terhadap cuaca dari suatu batubara adalah suatu ukuran tentang kemampuan batubara tetap berada dalam keadaan terbuka unsur-unsur lingkungan tanpa mengalami pecah-pecah yang berlebihan. Semua pembangkit besar yang menggunakan bahan bakar batubara, biasanya menyimpan cadangan batubara dalam tumpukan besar di dekat pusat pembangkit tersebut.

4.             Temperatur pelunakan abu
Temperatur pelunakan abu adalah suatu pertimbangan penting pula dalam pemilihan batubara untuk suatu sistem pembangkit tertentu. Temperatur pelunakan abu adalah temperatur dimana abu menjadi sangat plastis, beberapa derajat di bawah titik lebur abu.
5.             Kemampuan untuk digerinda
Sifat penting lainnya yang harus diperhatikan ketika memilih batubara untuk suatu pusat pembangkit ialah indeks dapat digerindanya. Hal ini khususnya berlaku untuk sistem-sistem tenaga yang menggunakan serbuk batubara dimana batubara digerinda  menjadi serbuk tepung yang sangat halus.
6.             Kandungan energi batubara
Kadar energi atau nilai pembakaran batubara adalah sifat yang sangat penting. Nilai pembakaran menunjukkan jumlah energi kimia yang terdapat dalam suatu massa bahan bakar.
BAB II
ISI

Integrated Coal Gasification Combined Cycle
Teknologi IGCC merupakan merupakan salah satu teknologi batubara bersih yang sekarang dalam tahap pengembangan. Istilah IGCC ini merupakan istilah yang paling banyak digunakan untuk menyatakan daur kombinasi gasifikasi batubara terintegrasi. Meskipun demikian masih ada beberapa istilah yang digunakan yaitu ICGCC (Integrated Coal Gasification Combined Cycle) dan CGCC (Coal Gasification Combined Cycle) yang sama artinya.
Komponen utama dalam riset IGCC adalah pengembangan teknik gasifikasi batubara. Gasifikasi batubara pada prinsipnya adalah suatu proses perubahan batubara menjadi gas yang mudah terbakar. Proses ini melalui beberapa proses kimia dalam reaktor gasifikasi (gasifier). Mula-mula batubara yang sudah diproses secara fisis diumpankan ke dalam reaktor dan akan mengalami proses pemanasan sampai temperatur reaksi serta mengalami proses pirolisa (menjadi bara api). Kecuali bahan pengotor, batubara bersama-sama dengan oksigen dikonversikan menjadi hidrogen, karbon monoksida dan methana. Proses gasifikasi batubara berdasarkan sistem reaksinya dapat dibagi menjadi empat macam yaitu : fixed bed, fluidized bed, entrained flow dan molten iron bath.
Dalam fixed bed, serbuk batubara yang berukuran antara 3 – 30 mm diumpankan dari atas reaktor dan akan menumpuk karena gaya beratnya. Uap dan udara (O2) dihembuskan dari bawah berlawanan dengan masukan serbuk batubara akan bereaksi membentuk gas. Reaktor tipe ini dalam prakteknya mempunyai beberapa modifikasi diantaranya adalah proses LurgiBritish Gas dan KILnGas. Sedangkan proses yang menggunakan prinsip fluidized bed adalah High-Temperature WinklerKellog Rust Westinghouse, dan U-gas. Dalam fluidized bed gaya dorong dari uap dan O2 akan setimbang dengan gaya gravitasi sehingga serbuk batubara dalam keadaan mengambang pada saat terjadi proses gasifikasi. Serbuk batubara yang digunakan lebih halus dan berukuran antara 1 – 5 mm. Dalam entrained flow serbuk batubara yang berukuran 0.1 mm dicampur dengan uap dan O2 sebelum diumpankan ke dalam reaktor. Proses ini telah digunakan untuk memproduksi gas sintetis dengan nama proses Koppers-Totzek. Proses yang sejenis kemudian muncul seperti proses PRENFLO,ShellTexaco , dan DOW. Proses molten iron bath merupakan pengembangan dalam proses industri baja. Serbuk batubara diumpankan ke dalam reaktor bersama-sama dengan kapur dan O2. Kecuali proses molten iron bath semua proses telah digunakan untuk keperluan pembangkit listrik.
Saat ini teknologi IGCC sedang dikembangkan di seluruh dunia, seperti : Jepang, Belanda, Amerika Serikat dan Spanyol. Di samping proses gasifikasi yang terus mengalami perbaikan, gas turbin jenis baru juga terus dikembangkan. Temperatur masukan gas turbin yang tinggi akan dapat menaikkan efisiensi dan ini dapat dicapai dengan penggunaan material baru dan perbaikan sistem pendinginnya.
IGCC merupakan perpaduan teknologi gasifikasi batubara dan proses pembangkitan uap. Gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan sulfur dan nitrogen. Sulfur yang masih dalam bentuk H2S dan nitrogen dalam bentuk NH3 lebih mudah dibersihkan sebelum dibakar dari pada sudah dalam bentuk oksida dalam gas buang. Sedangkan abu dibersihkan dalam reaktor gasifikasi. Gas yang sudah bersih ini dibakar di ruang bakar dan kemudian gas hasil pembakaran disalurkan ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam Generator) untuk membangkitkan uap. Uap dari HRSG (setelah turbin gas) digabungkan dengan uap dari HRSG (setelah reaktor gasifikasi) digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang akan menggerakkan generator.

Pada proses pembuatan metanol dari batubara, menggunakan reaktor Fluidized Bed karena memiliki keunggulan yaitu:

1.        Mampu memproses bahan baku berkualitas rendah,

2.        Kontak antara padatan dan gas bagus,

3.        Luas permukaan reaksi besar sehingga reaksi dapat berlangsung dengan cepat,

4.        Efisiensi tinggi, dan

5.        Emisi rendah.

Reaksi yang terjadi pada Fluidized Bed umumnya terdiri dari empat proses, yaitu pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi. Pada gasifier jenis ini, kontak yang terjadi saat pencampuran antara gas dan padatan sangat kuat sehingga perbedaan zona pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi tidak dapat dibedakan. Salah satu cara untuk mengetahui proses yang berlangsung pada gasifier jenis ini adalah dengan mengetahui rentang temperatur masing-masing proses, yaitu:

  • Pengeringan: T > 150 °C
  • Pirolisis/Devolatilisasi: 150 < T < 700 °C
  • Oksidasi: 700 < T < 1500 °C
  • Reduksi: 800 < T < 1000 °C
Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik), sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik). Pada pengeringan, kandungan air pada bahan bakar padat diuapkan oleh panas yang diserap dari proses oksidasi. Pada pirolisis, pemisahan volatile matters (uap air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari arang atau padatan karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses oksidasi. Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada bahan bakar dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasifikasi mereduksi hasil pembakaran menjadi gas bakar dengan reaksi endotermik. Penjelasan lebih lanjut mengenai proses-proses tersebut disampaikan pada uraian berikut ini.

Pirolisis
Pirolisis atau devolatilisasi disebut juga sebagai gasifikasi parsial. Suatu rangkaian proses fisik dan kimia terjadi selama proses pirolisis yang dimulai secara lambat pada T < 350 °C dan terjadi secara cepat pada T > 700 °C. Komposisi produk yang tersusun merupakan fungsi temperatur, tekanan, dan komposisi gas selama pirolisis berlangsung. Proses pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 230 °C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal, seperti lignin pada biomassa dan volatile matters pada batubara, pecah dan menguap bersamaan dengan komponen lainnya. Produk cair yang menguap mengandung tar dan PAH (polyaromatic hydrocarbon). Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan (H2, CO, CO2, H2O, dan CH4), tar, dan arang.


Oksidasi (Pembakaran)
Oksidasi atau pembakaran arang merupakan reaksi terpenting yang terjadi di dalam gasifier. Proses ini menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan pada reaksi endotermik. Oksigen yang dipasok ke dalam gasifier bereaksi dengan substansi yang mudah terbakar. Hasil reaksi tersebut adalah CO2 dan H2O yang secara berurutan direduksi ketika kontak dengan arang yang diproduksi pada pirolisis. Reaksi yang terjadi pada proses pembakaran adalah:
C + O2 -> CO2 + 393.77 kJ/mol karbon

Reaksi pembakaran lain yang berlangsung adalah oksidasi hidrogen yang terkandung dalam bahan bakar membentuk kukus. Reaksi yang terjadi adalah:
H2 + ½ O2 -> H2O + 742 kJ/mol H2

Reduksi (Gasifikasi)
Reduksi atau gasifikasi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik yang disokong oleh panas yang diproduksi dari reaksi pembakaran. Produk yang dihasilkan pada proses ini adalah gas bakar, seperti H2, CO, dan CH4. Reaksi berikut ini merupakan empat reaksi yang umum telibat pada gasifikasi.
  • Water-gas reaction
    Water-gas reaction merupakan reaksi oksidasi parsial karbon oleh kukus yang dapat berasal dari bahan bakar padat itu sendiri (hasil pirolisis) maupun dari sumber yang berbeda, seperti uap air yang dicampur dengan udara dan uap yang diproduksi dari penguapan air. Reaksi yang terjadi pada water-gas reaction adalah:
C + H2O -> H2 + CO – 131.38 kJ/kg mol karbon

Pada beberapa gasifier, kukus dipasok sebagai medium penggasifikasi dengan atau tanpa udara/oksigen.
  • Boudouard reaction
Boudouard reaction merupakan reaksi antara karbondioksida yang terdapat di dalam gasifier dengan arang untuk menghasilkan CO. Reaksi yang terjadi pada Boudouard reaction adalah:
CO2 + C -> 2CO – 172.58 kJ/mol karbon
  • Shift conversion
Shift conversion merupakan reaksi reduksi karbonmonoksida oleh kukus untuk memproduksi hidrogen. Reaksi ini dikenal sebagai water-gas shift yang menghasilkan peningkatan perbandingan hidrogen terhadap karbonmonoksida pada gas produser. Reaksi ini digunakan pada pembuatan gas sintetik. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CO + H2O -> CO2 + H2 – 41.98 kJ/mol
  • Methanation
    Methanation merupakan reaksi pembentukan gas metan. Reaksi yang terjadi pada methanation adalah:
C + 2H2 -> CH4 + 74.90 kJ/mol karbon

Pembentukan metan dipilih terutama ketika produk gasifikasi akan digunakan sebagai bahan baku indutri kimia. Reaksi ini juga dipilih pada aplikasi IGCC (Integrated Gasification Combined-Cycle) yang mengacu pada nilai kalor metan yang tinggi
. . Batubara muda merupakan alternatif yang baik terutama batubara muda yang mempunya kandungan air hingga 35%, yang tidak ekonomis untuk diangkut dan diperdagangkan. Batubara keberadaannya hampir merata dibanding dengan sumber minyak bumi. Gas metan memang lebih mudah untuk dipergunakan pada proses FT, namun gas ini telah mempunyai harga mahal. Bahkan gas ini dapat pula diproduksi dari batu bara dengan proses FT memerlukan biaya 3-3,5 USD per MMBtu, bandingkan dengan harga gas alam jenis yang sama mempunyai harga bisa dua kali lipat.

Diagram Kualitatif Flow Diagram Process Pembuatan Metanol dengan Gasifikasi Batubar

Pertama batubara masuk sebagai aliran 1 dengan kondisi temperatur 30°C, dan tekanan 1 atm ke dalam Hopper (F-111). Di Hopper terdapat WC (Weight Control), keluar sebagai aliran 2, pada kondisi temperatur 30°C dan tekanan 1 atm. Kemudian masuk ke Reaktor Fluidized Bed (R-110), reaktor fluidized bed adalah jenis reaktor kimia yang dapat digunakan untuk mereaksikan bahan dalam keadaan banyak fase. Reaktor jenis ini menggunakan fluida (cairan atau gas) yang dialirkan melalui katalis padatan (biasanya berbentuk butiran-butiran kecil) dengan kecepatan yang cukup sehingga katalis akan tertolak sedemikian rupa dan akhirnya katalis tersebut dapat di analogikan sebagai fluida juga. Proses ini, dinamakan fluidisasi. ketika di Reaktor terdapat Pressure Control, kemudian dinaikkan tekanannya  menjadi 18 atm dan temperaturnya naik menjadi 760°C sebagai aliran ke-7.
Disini bahan lain selain batubara adalah udara, udara masuk sebagai aliran ke-3 dengan kondisi T = 29°C dan P = 1 atm, di flow ini ada FC untuk mengontrolnya kemudian bahan ini masuk ke Kompresor (G-113), bahan ini sebagai aliran ke-5 dengan T = 29°C dan P = 9,5 atm. Lalu masuk ke Furnace (Q-114) yang bertugas untuk memanaskan udara, udara yang telah dipanaskan keluar sebagai aliran ke-6 dengan T = 760°C dan P = 18 atm kemudian udara masuk bercampur ke Reaktor Fluidized Bed (R-110) dengan umpan Batubara awal tadi.
Keluar dari Reaktor, bahan masuk ke Siklon (H-115) dan keluar sebagai aliran ke-8 dengan temperatur 760°C dan tekanan 18 atm. Kemudian masuk ke Expander (G-116), ada PC disini, fungsi dari expander sendiri adalah untuk menurunkan tekanan jadi bahan tadi keluar sebagai aliran ke-9 dengan temperatur 759,7°C dan tekanan 10,2 atm. Masuk ke Cooler (E-117) ada TC disini, sebagai aliran ke-10, dengan T = 400°C dan P = 10,2 atm. Kemudian masuk ke Absorber S (D-210) ada PC disini dan masuk ke Expander (G-211) sebagai aliran ke-12 dengan T = 395,5°C dan P = 10,2 atm. Masuk ke Cooler (G-212) , seharusnya kode ini adalah (E-212), disini ada TC dan bahan keluar sebagai aliran ke-13 dengan T = 70°C dan P = 6,5 atm, setelah keluar ada FC.
Masuk ke Absorber  (D-220), ada PC disini dan kemudian terdapat 2 aliran yaitu aliran yang masih bisa digunakan dan aliran sisa. Aliran sisa akan bertindak sebagai aliran ke-25 dan T = 115°C dan P = 6,5 atm dan masuk ke Tangki Gas Buang (F-223). Kemudian aliran yang masih bisa digunakan masuk sebagai aliran ke-14 dan T = 115°C dan P = 6,5 atm. Bahan diteruskan ke Expander (G-221) dan ke Cooler (E-222), bahan ini sebagai aliran ke-16 dan T = 115°C dan P = 1,1 atm ada TC disini untuk mengatur temperatur, keluar dari TC sebagai aliran ke-15, T = 114,8°C dan P = 1,1 atm, disini ada FC untuk mengatur Flownya bahan kemudian masuk ke Stripper (D-230).
Ada sisa bahan yang masuk ke Tangki Benlield (F-231) dengan T = 37°C dan P = 1,1 atm. Sisa bahan lain masuk sebagai aliran ke-17 dengan T = 119,4°C dan P = 1,1 atm ke Expander (G-232). Keluar dari Expander sebagai aliran ke-18 dan T = 114,4°C dan P = 2,9 atm kemudian diteruskan ke Cooler (E-233) disini ada TC, keluar dari Cooler masuk ke Tangki Hidrogen (F-311) sebagai aliran ke-21 dengan T = -15°C dan P = 20 atm, masuk ke Cooler (E-312) untuk mendinginkan bahan. Kemudian bahan dari Cooler ini akan satu aliran dengan bahan dari Cooler (E-233). Disini terdapat FC untuk mengatur Flow bahan yang tergabung tadi, jadi aliran ini bertindak sebagai aliran ke-22, T =  259,7°C dan P = 1,1 atm.
Setelah itu bahan masuk ke Reaktor Fixed Bed (R-310), Reaktor Fixed Bed merupakan suatu reaktor yang mana katalis berdiam di dalam reaktor bed. Di Reaktor Fixed Bed, ada TC di Reaktor ini, ketika bahan keluar dari reaktor ada PC, jadi aliran ini sebagai aliran ke-24, dengan T = 259,7°C dan P = 3 atm. Di reaktor fixed bed, terjadi pengolaha kemudian masuk ke Cooler (E-313) dan ada TC disini. Kemudian masuk ke Menara Distilasi (D-320), Menara Distilasi ini bertingkat 14, aliran yang masuk sebagai aliran ke-26 dengan T = 259,7°C dan P = 3 atm. Sisa keluar dari Distilasi ada LC, ini sebagai aliran ke-33 dengan T = 259,7°C dan P = 3 atm, kemudian masuk ke Reboiler (E-324) dengan bertindak sebagai aliran ke-32 dan T = 259,7°C dan P = 3 atm. Hasil dari Reboiler masuk kembali ke Distilasi.
Keluar dari Distilasi ada PC untuk mengontrol tekanan, disini aliran ke-29 dengan T = 259,7°C dan P = 3 atm masuk ke Kondensor (E-321) sebagai aliran ke-28 dan T = 259,7°C dan P = 3 atm. Kemudian masuk ke Tangki Distilat (F-322) sebagai aliran ke-27, T = 259,7°C dan P = 3 atm, lalu masuk ke Pompa (L-323) sebagai aliran ke-30, T = 259,7°C, P = 3 atm. Bahan di aliran ini bisa masuk lagi ke dalam Distilasi. Dari Tangki Distilat, bahan sebagai aliran ke-31, T = 259,7°C, P = 3 atm kemudian masuk ke Kondensor (E-325) disini ada TC, bahan ini sebagai aliran ke-34, T = 259,7°C dan P = 3 atm. Setelah ini adalah hasil akhir yaitu Metanol, metanol ini kemudian akan dimasukkan ke dalam Tangki Metanol (F-326) di tangki ini ada LI (Level Indicator). 
Prosesnya dimulai dengan membuat gas sintetis yaitu gas H2 atau hidrogen dan gas CO atau karbon monoksida. Gas H2 mudah terbakar dan gas CO sangat beracun, tapi tidak perlu khawatir karena semuanya dikontrol dalam bejana tertutup.
Pembuatan gas diawali dengan membakar batubara dengan gas oksigen bukan udara supaya lebih efisien. Batu bara akan membara berwarna merah kemudian dimasukkan uap air, jika mulai padam dialirkan lagi oksigen dan seterusnya. Maka akan dihasilkan campuran gas yang kemudian dimurnikan seperti terjadi di banyak industri kimia. Selanjutnya diperoleh syngas yaitu H2 dan CO yang siap direaksikan menjadi molekul yang lebih tinggi dan banyak dibutuhkan.
Syngas Production – Bagian ini terdiri dari coal handling, drying dan grinding yang kemudian diikuti dengan gasifikasi. Unit pemisahan udara menyediakan oksigen untuk gasifier. Syngas cleanup terdiri dari proses hydrolysis, cooling, sour-water stripping, acid gas removal, dan sulfur recovery. Gas dibersihkan dari komponen sulfur dan komponen lain yang tidak diinginkan sampai pada level yang terendah untuk melindunginya dari downstream katalis. Proses sour-water stripping akan menghilangkan ammonia yang dihasilkan dari nitrogen yang ada pada batubara. Sulfur dalam batubara akan dikonversikan menjadi hydrogen sulfide (H2S) dan carbonyl sulfide (COS). Proses hidrolisis digunakan untuk mengkonversikan COS dalam syngas menjadi H2S.
Konversi gas sintetik – Bagian ini terdiri dari water-gas shift, a sulfur guard bed, synthesis-gas conversion reactors, CO2 removal, dehydration dan compression, hydrocarbon dan hydrogen recovery, autothermal reforming, dan syngas recycle. A sulfur guard bed dibutuhkan untuk melindungi katalis konversi gas sintesis yang dengan mudah diracuni oleh trace sulfur pada cleaned syngas. Clean synthesis gas dipindahkan untuk mendapatkan hydrogen/carbon monoxide ratio yang diinginkan, dan kemudian secara katalitik dikonversikan menjadi bahan bakar gas.
Dalam proses selanjutnya, menggunakan sintesis Fischer-Tropsch yang merupakan teknologi untuk memproduksi bahan bakar murni dari gas sintesis hasil gasifikasi biomassa, gas alam, atau batubara. Reaksi sintesis Fischer-Tropsch merupakan reaksi katalitik. Katalis komersial Fischer-Tropsch sendiri umumnya berbasis logam Fe dan Co.
Katalis yang digunakan dalam Fischer-Trops adalah besi atau cobalt. Keuntungan katalist besi dengan cobalt berlebih untuk mengkonversi coal-derived syngas yang mana besi memiliki kemampuan mengaktivasi reaksi water-gas shift dan secara internal mengatur rasio low H2/CO dari coal derived syngas yang diperlukan dalam reaksi Fischer-Trops. Syngas dan produk F-T yang tidak terkonversi harus dipisahkan setelah langkah sintesis F-T. CO2 dipisahkan dengan menggunakan teknik absorbsi. CO2 dengan kemurnian tinggi biasanya dibuang langsung ke udara bebas.
Proses pendinginan digunakan untuk memisahkan air dan hidrokarbon ringan (terutama metana, etana, dan propane) dari produk liquid hydrocarbon yang dihasilkan pada proses sintesis F-T. Hasil dari metana di olah kembali menjadi metanol dan akhirnya akan di simpan di dalam tangki penyimpanan metanol.



Makalah ini masih tidak lah sempurna di sebabkan oleh beberapa hal. Pertama karena makalah ini menggunakan referensi berupa prarancangan. Sehingga ada beberapa hal yang sulit di jelaskan. Selain itu isi  makalah ini hanya saya buat dalam 1 malam jadi bisa di bilang agak terburu-buru dalam pembuatannya. Jadi bila ada hal yang masih belum jelas/ada yang harus di koreksi di makalah ini bisa coment langsung aja. Terima kasih.

Oh, ya. Untuk download file makalah ini lengkap dengan powerpoint. Silahkan Download di Sini 


1 komentar:

ANDA SUKA DENGAN ISI ARTIKEL BLOG SAYA?? JANGAN LUPA UNTUK DI KOMEN, LIKE DAN FOLLOW YA. DAN INGAT, HARUS SOPAN. . .
HARAP MENULIS NAMA BILA KOMEN, AGAR KITA LEBIH SALING MENGENAL. SALAM BLOGGING. . .

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...